Keempat, konsep Islam sebagai agama otentik dan
final dapat terjadi karena konsep wahyu dalam Islam adalah bersifat final.
Al-Quran terjaga lafaz, makna, dan bacaannya dari zaman ke zaman. Konsep teks
wahyu dalam Islam yang ’lafzhan wa ma’nan minallah’ ini sangat berbeda
dengan konsep Bibel yang diakui sebagai teks manusiawi dan teks sejarah sehingga
memungkinkan ditafsirkan berdasarkan konteks sosial-historis, yang menyebabkan
kaum Yahudi/Kristen memiliki konsep hukum yang dinamis dan berubah dari zaman ke
zaman. Konsep wahyu yang otentik dan final yang lafzhan wa ma’nan
minallah tidak memungkinkan al-Quran menerima model penafsiran hermeneutis
ala Bibel yang menghasilkan kerelativan hukum Islam.
Pandangan seorang terhadap konsep ’Islamic
worldview’, bahwa Islam adalah satu-satunya agama wahyu, akan sangat
menentukan dalam memandang masalah hukum Islam. Ini akan sangat berbeda dengan
orang yang melihat agama – termasuk Islam – sebagai ’gejala budaya’. Islam
bukanlah masuk kategori historical and cultural religion, sebagaimana
agama-agama lain. Dengan karakteristik Islam sebagai agama wahyu, yang secara
ketat berpegang kepada wahyu Allah – al-Quran dan al-Sunnah Rasulullah saw –
dalam semua aspek kehidupan, maka umat Islam pun memandang bahwa pelaksanaan
hukum Islam adalah bagian dari kewajiban mereka untuk mengikuti Sunnah
Rasulullah. Sebab, Nabi Muhammad adalah uswatun hasanah dalam seluruh
aspek kehidupan. Hanya umat Islam-lah yang kini tetap memegang teguh konsep
’uswatun hasanah’ terhadap seorang Nabi. Mulai bangun tidur hingga tidur
lagi, umat Islam berusaha meneladani Nabi Muhammad saw, karena beliau memang
contoh teladan yang lengkap dan paripurna. Konsep uswah hasanah Islam ini tidak
mungkin diikuti oleh kaum Yahudi, Kristen, Hindu, Budha, komunis, atau kaum
sekular Barat. Karena itu, meskipun orang-orang Barat beragama Kristen, mereka
menetapkan sistem hukum, politik, ekonomi, sosial, budaya, bukan berdasarkan
kepada Bibel, atau menjadikan Yesus sebagai teladan dalam seluruh aspek
kehidupan.
Begitu juga dengan kaum komunis. Mereka tidak bisa
menjadikan Karl Marx sebagai suri tauladan dalam seluruh aspek kehidupan mereka.
Orang komunis tidak akan mencontoh seluruh perilaku Karl Marx. Paul Johnson,
dalam bukunya, Intellectuals, (New York: Harper&Row Publisher, 1988),
menulis sebuah artikel berjudul ”Karl Marx: ’Howling Gigantic Curse’. Dia
menggambarkan sosok Marx: ”His angry egoism had physical as as psychological
roots. He led a peculiarity unhelthy life, took very little exercise, ate high
spiced food, often in large quantities, smoked heavily, drank a lot, especially
strong ale, and as result had constant trouble with his liver. He rarely took
baths or washed much at all.”
Uswah hasanah (teladan yang baik) adalah konsep
yang penting dalam dunia pendidikan. Islam memiliki uswah yang sempurna, yaitu
Nabi Muhammad saw, yang juga seorang pendidik teladan. Nabi Muhammad saw
berhasil mendidik satu generasi yang luar biasa, yang kemudian mampu mengemban
amanah risalah kenabian, sehingga dalam waktu singkat, Islam telah tersebar dan
diamalkan di berbagai belahan dunia.
Nabi Muhammad adalah contoh, teladan yang mulia,
teladan yang lengkap bagi seorang Muslim. Dalam bidang pendidikan, Nabi Muhammad
saw telah membuktikan dirinya sebagai pendidik yang sempurna. Beliau berhasil
manusia-manusia hebat yang terkumpul dalam satu generasi dan berhimpun dalam
masyarakat yang sangat mulia. Masyarakat Madinah, bentukan Rasulullah saw,
adalah masyarakat yang haus ilmu, masyarakat yang cinta pengorbanan, dan
masyarakat yang rindu akan ibadah. Di tengah masyarakat seperti inilah, berbagai
contoh kehidupan yang baik bisa diaplikasikan. Tradisi ilmu berkembang dengan
baik; akhlak diterapkan, bukan hanya diajarkan; pendidikan karakter yang baik
sudah menjadi tradisi yang mengakar, sehingga budaya minuman keras yang sudah
berurat berakar dalam masyarakat Arab bisa dengan sangat singkat
diberantas.
No comments:
Post a Comment