google-site-verification: google314e099c36007d9d.html Problems of Education: PEMERINTAHAN YANG BAIK

Sunday 10 January 2016

PEMERINTAHAN YANG BAIK




. Latar Belakang Dewasa ini, posisi, wewenang dan peranan aparatur pemerintah masih sangat kuat, baik dalam mobilisasi sumber daya pembangunan, perencanaan, maupun pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan masih terkesan sentralistik. Disamping itu, kepekaan aparatur untuk mengantisipasi tuntutan perkembangan masyarakat mengenai perkembangan ekonomi, sosial dan politik sangat kurang sehingga kedudukan pemerintah yang seharusnya sebagai pelayan masyarakat cenderung bersifat vertical top down daripada horizontal partisipatif.


Organisasi pemerintah masih belum efisien, yang antara lain ditandai dengan adanya tumpang tindih kegiatan antar instansi dan masih banyak fungsi-fungsi yang sudah seharusnya dapat diserahkan kepada masyarakat masih ditangani pemerintah. Disisi lain, masalah lain yang penting adalah, bahwa gaji pegawai negeri sipil masih belum memenuhi kebutuhan hidup layak. Hal tersebut menyebabkan etos kerja PNS di Indonesia masih rendah serta menjadi sebab dan akibat terjadinya penyalahgunaan wewenang dan penyelewengan, seperti korupsi, kolusi dan nepotisme yang menjadi salah satu penyebab terjadinya krisis multi dimensional yang dihadapi dalam tiga tahun terakhir ini.
Pada akhirnya hal ini menimbulkan citra buruk dan ketidakpercayaan masyarakat, baik di dalam dan di luar tugas aparatur pemerintah atau pegawai negeri sipil. Seharusnya peran pembangunan oleh masyarakat lebih besar diberikan oleh pemerintah. Dengan makin besarnya peran pembangunan oleh masyarakat, maka peran Aparatur Negara lebih cenderung sebagai agen pembaharuan,, pelayan dan pemberdaya masyarakat. Oleh karena itu, fungsi pengaturan dan pengendalian yang dilakukan oleh Aparatur Negara adalah perumusan dan pelaksanaan kebijaksanaan yang berfungsi sebagai motivator dan fasilitator guna tercapainya swakarsa dan swadaya masyarakat termasuk dunia usaha. Dalam rangka optimalisasi peran Aparatur Negara sebagaimana dikemukakan di atas, kebijaksanaan debirokratisasi, deregulasi dan desentralisasi perlu dilanjutkan.
 Peningkatan pelayanan kepada masyarakat harus terus menerus diusahakan. Perubahan peran dengan cara optimalisasi standar pelayanan prima dengan prinsip cepat, tepat, memuaskan, transparan dan non diskriminatif serta menerapkan prinsip-prinsip akuntabililtas dan pertimbangan efisiensi menjadi perilaku layanan sehari-hari. Selaras dengan perubahan peran Aparatur Negara, hal yang tak kalah pentingnya adalah melaksanakan perampingan organisasi pemerintahan secara bertahap dan konsisten. Termasuk didalamnya antisipasi perubahan dinamika masyarakat secara variatif dan cepat.
Oleh karena itu organisasi pemerintahan harus lentur dan mudah disesuaikan searah dengan dinamika
 masyarakat yang dilayani. Mengingat peta budaya masyarakat sangat konfiguratif dengan tingkat perkembangan yang berbeda-beda, maka penataan organisasi pemerintahan baik pusat maupun daerah dilaksanakan dengan pendekatan "tailor made system" yakni ; disesuaikan dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat dengan mempertimbangkan beban kerja. Dengan demikian, upaya pembakuan dan uniformitas haruslah selaras dengan kebutuhan tiap jenis dan strata masyarakat yang dilayani. Dalam rangka mewujudkan otonomi daerah penyerahan wewenang harus diikuti dengan seluruh perangkat sumber daya sesuai dengan luas dan beban wewenang yang ditetapkan. Advokasi dan insentif kepada pemerintah daerah dalam rangka mencapai kemandirian, pemberdayaan dan pelayanan masyarakat merupakan kewajiban pemerintah dan semua pihak yang terkait (stakeholders). Demikian pula dalam mengantisipasi tantangan globalisasi, sumber daya manusia Aparatur Negara harus dapat diarahkan untuk memenuhi standar profesional dan perilaku yang antisipatif terhadap daya saing global (world class). Di samping itu, diperlukan sumber daya manusia yang mampu berperan sebagai agen pembaharuan, pelayan yang profesional dan pemberdaya masyarakat. Untuk dapat membentuk sosok aparatur seperti tersebut diatas perlu dilaksanakan pembinaan yang berkesinambungan melalui jalur pendidikan dan pelatihan pegawai negeri sipil. Dalam PP Nomor 101 Tahun 2000 Tentang Diklat Jabatan Pegawai Negeri Sipil, ditetapkan jenis jenis diklat bagi para aparatur pemerintah. Salah satunya adalah Diklat Prajabatan Golongan III yang dipersyaratkan bagi para Calon Pegawai Negeri Sipil yang baru diangkat oleh Pemerintah. Diklat ini mengarah kepada upaya peningkatan para calon PNS antara lain, 1) penerapan prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik dalam tugas jabatan PNS, 2) mampu merancang kerangka kerja penerapan prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik, 3) mampu menganalisis dan mengatasi permasalahan dalam penerapan prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik, dan 4) semangat kerjasama dan tanggungjawab seorang calon pegawai negeri sipil sesuai dengan lingkungan unit kerja dan organisasinya. Sebagai calon Pegawai Negeri Sipil yang sehari-hari akrab dengan hal-hal yang teknis dan bersinggungan langsung dengan masyarakat yang dilayani, bahan ajar mata diklat “Dasar-Dasar Kepemerintahan Yang Baik” ini akan memberi bekal dan arahan bagaimana seorang calon aparatur pemerintah yang masih muda untuk berbuat dan bekerja mengelola keinginan dan aspirasi masyarakat. Apakah seorang calon aparat akan bekerja sesuai dengan paradigma tradisional bahwa birokrasi menentukan segala-galanya, ataukah akan mengubah paradigma berfikir lama dengan yang baru, bahwa seorang aparat adalah abdi negara dan abdi masyarakat. Di era globalisasi dan reformasi dewasa ini, mainstream seorang pegawai negeri sipil yang masih menganggap dirinya sebagai seorang pejabat pemerintah (government), hakikatnya sudah ketinggalan jaman. Agar para calon pegawai negeri sipil memiliki kompetensi berupa nilai-nilai, sikap, perilaku, pengetahuan dan ketrampilan yang diperlukan dalam tugas kesehariannya, mengerti apa yang harus mereka lakukan di abad teknologi informasi sekarang ini, maka bahan ajar mata diklat Dasar-Dasar Kepemerintahan Yang Baik akan memberikan way of thinking dan arah kerja yang baru sebagai pegawai negeri sipil.
 Deskripsi Singkat Mata diklat Dasar-Dasar Kepemerintahan Yang Baik (Good Governance) ini membahas tentang deskripsi kepemerintahan yang baik yang lebih menekankan pada pembahasan prinsip-prinsip serta bagaimana aplikasi prinsip-prinsip tersebut dalam tugas-tugas jabatan seorang PNS. C. Manfaat Modul Bagi Peserta Modul ini akan menjelaskan tentang pengertian dan prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik, memberikan contoh-contoh penerapan prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik dalam tugas jabatan PNS, merancang kerangka kerja penerapan prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik serta menganalisis dan mengatasi permasalahan dalam penerapan prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik. Apabila para peserta tekun memperhatikan, membaca, mencatat dan mengambil peranan yang aktif dalam diskusi kelompok atau diskusi kelas bersama peserta lainnya, peserta akan memperoleh pemahaman dan pengertian tentang konsepsi kepemerintahan yang baik (good governance) yang dijadikan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono sebagai bagian terpenting dalam program 100 harinya ketika dilantik menjadi Presiden Republik Indonesia. Presiden menginstruksikan kepada para Menteri, Gubernur, Bupati dan Walikota se Indonesia untuk memberantas KKN secara luas sekaligus berupaya sekuat-kuatnya mewujudkan pemerintahan yang baik dan bersih (good governance) sebagai praktik tata pemerintahan sehari-hari. Timbil pertanyaan, bagaimana nian cara mewujudkan good governance di dalam pemerintahan kita sehari-hari ? Jawabannya ada didalam bahan ajar/modul Kepemerintahan Yang Baik (good governance) ini. D. Tujuan Pembelajaran 1. Kompetensi Dasar Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta mampu menjelaskan tentang pengertian dan prinsip-prinsip good governance dan mampu memberikan contoh-contoh penerapan prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik dalam tugas jabatan PNS dan menerapkannya di unit kerjanya masing-masing ; 2. Indikator Hasil Belajar Setelah selesai pembelajaran mata diklat ini peserta dapat : a) Mampu menjelaskan pengertian kepemerintahan yang baik ; b) Mampu menjelaskan dan menguraikan prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik; c) Mampu memberikan contoh-contoh penerapan prinsip-prinsip kepemerintahann yang baik dalam tugas jabatan PNS ; d) Mampu merancang kerangka kerja penerapan prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik e) Mampu menganalisis dan mengatasi permasalahan dalam penerapan prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik E. Materi Pokok 1. Pendahuluan 2. Konsepsi Kepemerintahan Yang Baik ; 3. Prinsip-prinsip Kepemerintahan Yang Baik ; 4. Penerapan Prinsip-Prinsip Kepemerintahan Yang Baik ; 5. Contoh-contoh penerapan prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik ; 6. Analisis dan permasalahan dalam penerapan Kepemerintahan Yang Baik. E. Petunjuk Belajar a. Untuk Peserta Sebelum tatap muka dikelas, para peserta diminta untuk membaca lebih dahulu bahan ajar Dasar-Dasar Kepemerintahan Yang Baik secara menyeluruh, dan memberi tanda-tanda khusus pada lembaran bahan ajar yang akan ditanyakan dengan fasilitator (widyaiswara), atau membutuhkan penjelasan yang lebih rinci, atau hal-hal yang perlu ditindaklanjuti dengan diskusi kelompok atau diskusi kelas. Di dalam kelas peserta mengikuti kegiatan pembelajaran yang terstruktur mulai dari mendengar ceramah, tanya jawab dengan fasilitator, berdiskusi, dan membahas kasus-kasus yang dialami oleh para peserta atau kasus-kasus yang aktual dalam masyarakat. Setelah pembelajaran selesai, peserta dibagi dalam kelompok-kelompok untuk menyusun dalam bentuk tulisan tentang kerangka kerja penerapan prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik dan menyusun contoh-contoh penerapan prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik dalam tugas jabatan PNS, kemudian menyerahkannya kepda fasilitator untuk kemudian tugas tersebut diberi nilai oleh fasilitator. b. Untuk Fasilitator/Widyaiswara Bahan evaluasi yang disarankan dengan para fasilitator adalah dengan mengembangkan pertanyaan-pertanyaan yang ada dalam bahan ajar ini. Setiap pokok bahasan dilengkapi dengan latihan-latihan pertanyaan. Disamping daftar pertanyaan yang dikembangkan oleh fasilitator, fasilitator juga perlu mengembangkan analisa kasus-kasus dalam diskusi kelompok. Kasus tersebut dapat disusun oleh fasilitator, tetapi dapat juga yang berasal dari para peserta. Kasus yang dibahas dalam diskusi, diupayakan kasus yang betul-betul dialami dan terjadi aktual dalam masyarakat. Sumber kasus dapat diambil dari koran harian setempat, atau dari pengalaman ril para peserta yang berhubungan dengan perilaku, sikap, dan tindakan seorang pegawai negeri sipil, seorang aparat atau seorang pejabat. Seorang fasilitator dituntut untuk menguasai seluruh isi bahan ajar mata diklat kepemerintahan yang baik ini dan diharapkan dapat mengaplikasikannya di depan peserta. Fasilitator perlu banyak membaca koran harian yang berkaitan dengan kepemerintahan yang baik (good governance), atau kepemerintahan yang tidak baik (bad governance), agar wawasan dan jawaban dari pertanyaan peserta lebih mantap dan lebih berbobot. Sebab yang diajar bukan pegawai negeri sipil biasa, tetapi calon-calon pegawai yang akan menjadi calon-calon pemimpin dimasa yang akan datang.
. Pendahuluan Good governance (tata pemerintahan yang baik) sudah lama menjadi mimpi banyak orang di Indonesia. Walaupun pemahaman orang-orang Indonesia berbeda-beda terhadap good governance, tetapi sebagian besar dari mereka membayangkan bahwa dengan menerapkan paradigma good governance, bangsa Indonesia akan mendapatkan layanan pemerintahan yang lebih baik. Banyak diantara bangsa Indonesia membayangkan bahwa dengan memiliki praktik governance yang lebih baik maka kualitas pelayanan publik akan menajdi semakin baik, angka korupsi akan ditekan semakin rendah dan pemerintah akan menjadi semakin peduli dengan kepentingan rakyat seluruhnya. Dalam lima tahun terakhir ini, pemahaman mengenai praktik governance di Indonesia sudah memperlihatkan kemajuan yang berarti. Banyak data yang berkaitan dengan governance yang dapat diakses oleh para pemerhati dan peminat mengenai good governance. Informasi mengenai praktik governance dalam berbagai tingkat pemerintahan di Indonesia sudah mulai banyak tersedia.
 Begitu pula rekomendasi yang telah diberikan kepada pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah termasuk unsuir-unsur non pemerintah, mengenai cara atau strategi memperbaiki praktik governance yang ada di Indonesia. Tetapi sejauh ini, belum ada upaya yang sistematis untuk mengembangkan program dan kebijakan perbaikan praktik governance. Apalagi yang bentuknya strategi nasional yang menyeluruh dan sistematis untuk mewujudkan good governance mulai dari tingkat pemerintahan pusat sampai pemerintahan daerah. Pedulinya pemerintah untuk secara sungguh-sungguh merancang pembaharuan praktik good governance menuju praktik yang lebih baik, nampaknya masih rendah. Pemerintah akan bersedia mewujudkan good governance apabila program itu tidak mengganggu kepentingan mereka. Pemerintah bersedia untuk bersikap terbuka dan partisipatif apabila dengan menjadi terbuka dan melibatkan stakeholders yang luas dalam proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan, tidak mengurangi kesempatan mereka untuk melakukan praktik korupsi. Oleh karena itu, praktik kepemerintahan yang lebih baik, menjadi penantian segenap bangsa Indonesia. Pemerintah sekarang menghadapi banyak kesulitan untuk merumuskan kebijakan dan program kearah perbaikan praktik governance, karena pengembangannya memiliki tantangan yang sangat kompleksitas dan kendala yang besar. Oleh karena itu diperlukan satu langkah yang besar dan strategis untuk mengubah praktik pemerintah (government) yang sekarang menjadi kepemerintahan yang baik (good governance).
 Konsepsi Kepemerintahan (Governance). Pemerintah atau "Government” dalam Bahasa Inggris berarti: "The authoritative direction and administration of the affairs of men/women in a nation, state, city, etc." atau dalam bahasa Indonesia berarti "Pengarahan dan administrasi yang berwenang atas kegiatan orang-orang dalam sebuah negara, negara bagian, kota dan sebagainya." Bisa juga berarti 'The Governing body of a nation, state, city etc." atau "Lembaga atau Badan yang menyelenggarakan pemerintahan negara, negara bagian, ataukota dan sebagainya." Sedangkan istilah "kepemerintahan" atau dalam Bahasa Inggrisnya disebut "Governance" yang berarti "the act, fact, manner, of governing" atau jika dialihbahasakan ke dalam Bahasa Indonesia berarti 'Tindakan, fakta, pola, dari kegiatan atau penyelenggaraan oemerintahan". Dengan demikian "governance" adalah suatu kegiatan (proses), sebagaimana dikemukakan oleh Kooiman (eds, 1993) bahwa governance lebih merupakan serangkaian proses interaksi sosial politik antara pemerintah dengan masyarakat dalam berbagai bidang yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat dan intervensi pemerintah atas kepentingan-kepentingan tersebut. Dalam tulisannya yang berjudul "Good Governance" (Paradigma Baru Manajemen Pembangunan), Prof. Bintoro Tjokroamidjojo (34:2000), mengemukakan sebagai berikut: "Governance” artinya: .memerintah-menguasai-mengurus-mengelola". Beliau juga mengutip pendapat Bondan Gunawan yang menawarkan istilah "penyelenggaraan" sebagai terjemahan dari "governance". Kemudian dalam Pidato Presiden 16Agustus 2000, istilah "governance" diterjemahkan sebagai "pengelolaan". Dari beberapa kutipan di atas dapat diketahui bahwa istilah "governance", tidak hanya berarti kepemerintahan sebagai suatu kegiatan, tetapijuga mengandung arti pengurusan, pengelolaan, pengarahan, pembinaan, penyelenggaraan dan bisajuga diartikan pemerintahan. Oleh karena itu tidak mengherankan apabila terdapat istilah public governance, private governance, corporate governance dan banking governance. Governance sebagai terjemahan dari pemerintahan kemudian berkembang dan menjadi populer dengan sebutan kepemerintahan, sedangkan praktek terbaiknya disebut kepemerintahan yang baik (good governance). Istilah kepemerintahan yang baik dapat ditemukan misalnya dalam Modul Sosialisasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAN dan BPKP; 2000), dan Peraturan Pemerintah No. 101 Tahun 2000, Tentang Diklat Jabatan PNS Kooiman (1993:258) memandang governance sebagai sebuah struktur yang muncul dalam sistem sosial-politik sebagai hasil dari tindakan intervensi interaktif diantara berbagai aktor yang terlibat. Sesuai dengan karakteristik interaksi antara pemerintah dan masyarakat yang cenderung bersifat plural, maka konsepsi governance tersebut tidak dapat hanya dibatasi kepada salah satu unsur pelaku atau kelompok pelaku tertentu. Sebagaimana dinyatakan oleh Marin dan Mayntz (eds, 1991: sampul belakang) bahwa: "Kepemerintahan politik da/am masyarakat modern tidak bisa lagi dipandang sebagai pengendalian pemerintah terhadap masyarakat, tetapi muncul dan pluralitas pelaku penyelenggaraan pemerintahan" United Nations Development Program (UNDP) dalam Dokumen Kebijakannya yang berjudul "Governance for Sustainable Human Development. January 1997', mendefinisikan kepemerintahan (governance) sebagai berikut: "Governance is the exercise of economic, political,and administrative authority to manage a country's affairs at all levels and the means by which states promote social cohesion, integration, and ensure the well-being of their population. It embraces all methods used to distribute power and manage public resources, and the organizations that shape government and the execution of policy.It encompasses the mechanisms, processes, and institution through which citizen and groups articulate their interests, exercise their legal rights, meet their obligations, and resolve their differences. (Kepemerintahan adalah pelaksanaan kewenangan/ kekuasaaan dibidang ekonomi, politik dan administratif untuk mengelola berbagai urusan negara pada setiap tingkatannya dan merupakan instrumen kebijakan negara untuk mendorong terciptanya kondisi kesejahteraan, integritas, dan kohesivitas sosial dalam masyarakat.
Hal ini mencakup berbagai metode yang digunakan untuk mendistribusikan kekuasaan kewenangan dan mengelola sumber daya publik, dan berbagai organisasi yang membentuk pemerintahan serta melaksanakan kebijakan-kebijakannya. Konsep ini juga meliputi mekanisme, proses, dan kelembagaan yang digunakan oleh masyarakat, baik individu maupun kelompok, untuk mengartikulasikan kepentingan-kepentingan meiaka, memenuhi hak-hak hukum, memenuhi tanggungjawab dan kewajiban sebagai warganegara, dan menyelesaikanperbedaan-perbedaan diantara sesama." Berdasarkan pengertian tersebut di atas, UNDP mengindikasikan adanya tiga model kepemerintahan, yaitu: a. Economic governance, yang meliputi proses pembuatankeputusan (decision making processes) yang memfasilitasi kegiatan ekonomi di dalam negeri dan interaksi di antara penyelenggara ekonomi. Economic governance mempunyai jmplikasi terhadap kesetaraan, kemiskinan dan kualitas hidup; b. Political governance, yang mencakup proses-proses pembuatan berbagai keputusan untuk perumu'san kebijakan; dan c. Administrative governance, yaitu sistem implementasi kebijakan. Oleh sebab itu kelembagaan dalam governance meliputi tiga domain, yaitu negara (state), sektor swasta (private sector) dan masyarakat (society) yang saling berinteraksi dalam menjalankan fungsinya masing-masing. Negara berfungsi menciptakan lingkungan politik dan hukum yang kondusif, sektor swasta menciptakan pekerjaan dan pendapatan, sedangkan masyarakat memfasilitasi interaksi sosial dan politik, menggerakkan kelompok-kelompok dalam masyarakat untuk berperan serta dalam kegiatan ekonomi, sosial dan politik. Negara, sebagai satu unsur governance, adalah termasuk didalamnya lembaga-lembaga politik maupun lembaga-lembaga sektor publik. Sektor swasta meliputi perusahaan-perusahaan swasta yang bergerak di berbagai bidang dan sektor informal lain di pasar. Ada anggapan bahwa sektor swasta adalah bagian dari masyarakat. Namun demikian sektor swasta dapat dibedakan dengan masyarakat karena sektor swasta mempunyai pengaruh terhadap kebijakan-kebijakan sosial politik dan ekonomi yang dapat menciptakan lingkungan yang lebih kondusif bagi pasar dan perusaaan-perusahaan itu sendiri. Sedangkan masyarakat (society) terdiri dari individual dan kelompok (baik yang terorganisasi maupun tidak) yang berinteraksi secara sosial, politik, dan ekonomi dengan aturan formal maupun tidak formal. Society meliputi lembaga swadaya masyarakat, organisasi profesi dan lain-lain. Dalam kaitan dengan masyarakat Hubbard (2001) mengatakan "governance is more than goverment, kemudian "governance" didefinisikan sebagai: "how societies steer themselves". Novartis Foundation for Sustainable Development (NFSD) mendefinisikan governance sebagai seni kepemimpinan publik yang terdiri dari tiga dimensi yaitu : a. bentuk dari rezim politik {the form political regime); b. proses penyelenggaraan kewenangan dalam manajemen ekonomi dan sumber-sumber daya sosial negara [the process by which authority is exercised in the management of country's economic and social resources)', dan, c. kemampuan pemerintah untuk merancang, mendesain, merumuskan dan mengimplementasikan kebijakan serta melaksanakan fungsi- fungsinya (the capacity of goverments to design, formulate, and implement policies and discharge functions). Secara sederhana, konsep kepemerintahan tersebut dapat juga dirumuskan dengan pengertian sebagai "...the way state power is used in managing economic and social resources for development of society" {"kepemerintahan adalah cara menggunakan kekuasaan pemerintah/negara dalam pengelolaan sumber daya ekonomi dan sosial untuk pembangunan masyarakat") (RainerTetzlaff dalam D+C Development and Cooperation, 1995: 20-22). Berbagai pengertian mengenai konsep kepemerintahan tersebut diatas pada dasarnya hampir sama, yaitu mengenai bagaimana pemerintah berinteraksi dengan masyarakat dalam bidang ekonomi, sosial, dan politik dalam upaya pemenuhan kepentingan-kepentingan masyarakat. Dalam bidang ekonomi proses kepemerintahdn tersebut mencakup proses yang mempengaruhi kegiatan perekonomian nasional dan hubungannya dengan perekonomian negara-negara lain. Sedangkan dalam lingkup politik, kepemerintahan mencakup proses pengambilan keputusan untuk menetapkan kebijakan dan peraturan perundang-undangan. Di sisi lain, kepemerintahan administratif yang dilaksanakan metalui sektor publik yang independen dan akuntabel - adalah merupakan sistem implementasi kebijakan yang menghasilkan berbagai konsekuensi bagi kondisi sosial masyarakat. C. Aktor Dalam Kepemerintahan (Governance). Dalam praktek kepemerintahan terdapat banyak pelaku atau aktor yang dapat diidentifikasikan, mencakup individual, organisasi, institusi, dan kelompok-kelompok sosial, yang keberadaannya sangat penting bagi terciptanya kepemerintahan yang efektif. Beberapa aktor yang dapat diidentifikasi antara lain sebagai berikut: a. Negara dan Pemerintahan Konsepsi kepemerintahan pada dasarnya adalah kegiatan kenegaraan, tetapi lebih jauh dari itu melibatkan pula sektor swasta dan kelembagaan masyarakat madani (Civil Society Organizations). Pengertian negara (State) atau pemerintahan dalam hal ini secara umum mencakup keseluruhan lembaga politik dan sektor publik. Peranan dan tanggungjawab negara atau pemerintah adalah meliputi penyelenggaraan pelayanan publik, penyelenggaraan kekuasaan untuk memerintah, dan membangun lingkungan yang kondusif bagi tercapainya tujuan pembangunan baik pada level lokal, nasional, maupun internasional dan global. b. Sektor Swasta. Pelaku sektor swasta mencakup perusahaan swasta yang aktif dalam interaksi dalam sistem pasar, seperti : industri pengolahan (manufacturing), perdagangan, perbankan, dan koperasi, termasuk juga kegiatan sektor informal. c. Masyarakat Madani (civil society) Kelompok masyarakat madani dalam konteks ketatanegaraan pada dasarnya berada diantara atau ditengah-tengah antara pemerintah dan perseorangan, yang mencakup baik perseorangan maupun kelompok masyarakat yang berinteraksi secara sosial, politik, dan ekonomi. Kelembagaan masyarakat sipil tersebut pada umumnya dapat dirasakan oleh masyarakat, melalui kegiatan fasilitasi partisipasi masyarakat dengan cara mobilisasi.
 Konsepsi Good Governance Good governance (tata pemerintahan yang baik) sudah lama menjadi mimpi banyak orang di Indonsia. Walaupun pemahaman orang-orang Indonesia berbeda-beda terhadap good governance, tetapi sebagian besar dari mereka membayangkan bahwa dengan menerapkan paradigma good governance, bangsa Indonesia akan mendapatkan layanan pemerintahan yang lebih baik. Banyak diantara bangsa Indonesia membayangkan bahwa dengan memiliki praktik governance yang lebih baik maka kualitas pelayanan publik akan menajdi semakin baik, angka korupsi akan ditekan semakin rendah dan pemerintah akan menjadi semakin peduli dengan kepentingan rakyat seluruhnya. Dalam lima tahun terakhir ini, pemahaman mengenai praktik governance di Indonesia sudah memperlihatkan kemajuan yang berarti. Banyak data yang berkaitan dengan governance yang dapat diakses oleh para pemerhati dan peminat mengenai good governance. Informasi mengenai praktik governance dalam berbagai tingkat pemerintahan di Indonesia sudah mulai banyak tersedia. Begitu pula rekomendasi yang telah diberikan kepada pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah termasuk unsuir-unsur non pemerintah, mengenai cara atau strategi memperbaiki praktik governance yang ada di Indonesia. Tetapi sejauh ini, belum ada upaya yang sistematis untuk mengembangkan program dan kebijakan perbaikan praktik governance. Apalagi yang bentuknya strategi nasional yang menyeluruh dan sistematis untuk mewujudkan good governance mulai dari tingkat pemerintahan pusat sampai pemerintahan daerah. Pedulinya pemerintah untuk secara sungguh-sungguh merancang pembaharuan praktik good governance menuju praktik yang lebih baik, nampaknya masih rendah. Pemerintah akan bersedia mewujudkan good governance apabila program itu tidak mengganggu kepentingan mereka. Pemerintah bersedia untuk bersikap terbuka dan partisipatif apabila dengan menjadi terbuka dan melibatkan stakeholders yang luas dalam proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan, tidak mengurangi kesempatan mereka untuk melakukan praktik korupsi. Oleh karena itu, praktik kepemerintahan yang lebih baik, menjadi penantian segenap bangsa Indonesia. Pemerintah sekarang menghadapi banyak kesulitan untuk merumuskan kebijakan dan program kearah perbaikan praktik governance, karena pengembangannya memiliki tantangan yang sangat kompleksitas dan kendala yang besar. Oleh karena itu diperlukan satu langkah yang besar dan strategis untuk mengubah praktik pemerintah (government) yang sekarang menjadi kepemerintahan yang baik (good governance). E. Pengertian Good Governance (Kepemerintahan Yang Baik) Pengertian kepemerintahan yang baik sebagai terjemahan dari good governance dalam bahan ajar ini lebih ditekankan kepada ”peran pemerintah dalam penyelenggaraan kegiatan pemerintahan dan pembangunan, walaupun objeknya menyentuh berbagai sektor.” Arti ’good” dalam istilah good governance mengandung dua pengertian : pertama, nilai-nilai yang menjunjung tinggi keinginan/kehendak rakyat dan nilai-nilai yang dapat meningkatkan kemampuan rakyat dalam pencapaian tujuan nasional yang mandiri, pembangunan berkelanjutan dan keadilan sosial. Kedua, aspek-aspek fungsional dari pemerintahan yang efektif dan efisien dalam pelaksanaan tugasnya untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Oleh karena itu, berdasarkan pengertian diatas, kepemerintahan yang baik berorientasi pada dua hal, yaitu : 1. Orientasi ideal negara yang diarahkan pada pencapaian tujuan nasional, dan 2. Pemerintahan yang berfungsi secara ideal yaitu secara efektif dan efisien melakukan upaya pencapaian tujuan nasional Orientasi pertama mengacu pada demokratisasi dalam kehidupan bernegara dengan elemen-elemen konstituennya seperti legitimasi, apakah pemerintah dipilih dan mendapat kepercayaan dari rakyat secara keseluruhan, akuntabiliti, yaitu seberapa jauh perlindungan hak-hak asasi manusia terjamin, adanya otonomi dan devolusi kekeuasaan kepala daerah, serta adanya jaminan berjalannya fungsi kontrol oleh masyarakat. Sedangkan orientasi kedua, tergatung pada sejauhmana pemerintah memiliki kompetensi dan sejauh mana struktur dan mekanisme politik serta administratif berfungsi secara efektif dan efisien. Kata governance menurut Bintoro Tjokroamidjojo dalam buku yang berjudul Good Governance (Paradigma Baru Manajemen Pembangunan) (2000 : 34) diartikan dengan memerintah, menguasai, mengurus dan mengelola. Begitu juga dengan Bondan Gunawan yang menawarkan istilah ”penyelenggaraan” sebagai alih bahasa dari governance. Sedangkan dalam Pidato Presiden Republik Indonesia tanggal 16 Agustus 2000 istilah governance diterjemahkan sebagai ”pengelolaan”. Bahkan modul Dasar-Dasar Kepemerintahan Yang Baik dari LAN-RI ( 2005 : 32) mengatakan bahwa governance dapat diartikan dengan ”pemerintahan” yang kemudian jadi populer dengan sebuatan ”kepemerintahan”, sedangkan praktik terbaik dari kepemerintahan itu disebut dengan ” good governance”. Begitu juga dengan Sofyan Effendi, mengalihbahasakan good governance dengan ”pengelolaan yang baik” , bahkan oleh beliau diterjemahkan lagi sebagai ”pengelolaan yang amanah” . Terlepas dari pengertian diatas, pada umumnya masyarakat mengartikan good governance dengan pemerintahan yang bersih atau clean government dan good government. OECD dan World Bank mengartikan good governance dengan penyelenggaraan manajemen pembangunan yang sehat dan bertanggungjawab (accountable) yang sejalan dengan demokrasi pencegahan korupsi, baik secara politik maupun administratif, menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal and political frameworks bagi tumbuhnya aktifitas usaha atau kewiraswastaan. Dalam dokumen yang diterbitkan oleh UNDP dan Pemerintah Vietnam, memberikan definisi good governance sebagai proses yang meningkatkan interaksi konstruktif diantara domain-domainnya dengan tujuan untuk menciptakan dan memelihara kebebasan, keamanan dan kesempatan bagi adanya aktifitas swasta yang produktif. Oleh karena itu good governance juga adalah mengutamakan partisipasi, transparansi, akuntabilitas, dan efektifitas serta memperlakukan semua lapisan sama. Sedangkan UNDP sendiri memberikan definisi good governance sebagai ” hubungan yang sinergis dan konstruktif diantara negara, sektor swasta dan masyarakat (society). Berdasarkan definisi diatas, UNDP mengajukan karakteristik yang dapat dipandang sebagai prinsip-prinsip good governance seperti : partisipasi, supremasi hukum, transparansi, cepat tanggap, membangun konsensus, kesetaraan, efektif dan efisien, bertanggungjawab dan visi yang strategik. Kesembilan karakteristik tersebut saling memperkuat dan tidak dapat berdiri sendiri. Berkaitan dengan karakteristik dari good governance tersebut, dalam PP Nomor 101 Tahun 2000, dirumuskan pengertian Kepemerintahan Yang Baik yaitu ”kepemerintahan yang mengembangkan dan menerapkan prinsip-prinsip profesionalitas, akuntabilitas, transparansi, pelayanan prima, demokrasi, efisiensi, efektivitas, supremasi hukum dan dapat diterima oleh seluruh masyarakat”. Atas dasar uraian diatas, dapat dikatakan bahwa wujud kepemerintahan yang baik adalah : ”penyelenggaraan pemerintahan negara yang solid dan bertanggungjawab, serta efisien dan efektif dengan menjaga, mensinergiskan interaksi yang konstruktif diantara domain-domain negara (state), sektor swasta (private sector) dan masyarakat (society)”. Oleh karena good governance bersenyawa dengan sistem administrasi negara, maka upaya mewujudkan kepemerintahan yang baik merupakan upaya melakukan penyempurnaan sistem administrasi negara yang berlaku pada suatu negara secara menyeluruh. Dalam kaitan itu Bagir Manan (1999) menyatakan bahwa : ” sangat wajar apabila tuntutan penyelenggaraan pemerintahannyang baik terutama ditujukan pada pembaharuan administrasi negara dan pembaharuan penegakan hukum”. Hal ini dikemukakan karena dalam hubungan dengan pelayanan dan perlindungan rakyat ada dua cabang pemerintahan yang berhubungan langsung dengan rakyat yaitu adiminitrasi negara dan penegakan hukum. Jika dilihat dari ketiga domain dalam governance, tampaknya domain state menjadi domain yang paling memegang peranan penting dalam mewujudkan good governance karena fungsi pengaturan yang memgasilitasi domain sektor swasta dan masyarakat, serta fungsi administratif penyelenggaraan pemerintahan melekat erat pada domain state ini. Bintoro Tjokroamidjojo dalam makalah beliau yang berjudul Reformasi Birokrasi Kearah Good Governance, menyatakan bahwa ” good governance dapat berjalan dalam suatu sistem politik yang demokratis, dalam masyarakat yang berkesadaran hukum, tegaknya hukum untuk semua secara sama dan dalam ekonomi dimana berjalan mekanisme pasar secara sehat”. Sedangkan J.B Kristiadi berpendapat ” good governance dapat dicapai melalui pengaturan yang tepat antara fungsi pasar dengan fungsi organisasi, termasuk organisasi publik sehingga dicapai transaksi-transaksi dengan biaya yang paling rendah”. Berkenaan dengan pembangunan landasan demokratisasi penyelenggaraan negara, menurut JICA dapat dilihat berdasarkan elemen-elemen berikut : 1. Legitimacy. Apakah demokrasi dijunjung tinggi ? Apakah pemerintahan dipilih secara demokratis dan mendapat kepercayaan dari masyarakat ? Apakah hukum dengan semestinya mengendalikan kekuasaan dan kedaulatan ? Apakah prosedur untuk mekanisme penyampaian keberatan dan perbedaan pendapat dibangun dan berfungsi ? 2. Accountability. Apakah penyalahgunaan wewenang tidak mungkin dilakukan. Apakah ada keterbukaan informasi dalam penyelenggaraan wewenang ? Apakah tugas-tugas dan wewenang para pejabat diuraikan secara jelas ? 3. Securing human rights. Apakah hak asasi manusia dihormati ? Apakah hak-hak minoritas dihormati ? Apakah upaya-upaya dilakukan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat ? 4. Local autonomy and devolution. Apakah otonomi daerah dan pendelegasian wewenang dihormati secara institusional ? 5. Civilian control over excessive arms management and disarmament. Apakah pengeluaran militer dikendalikan pada proporsional tertentu dari anggaran ? Dari sisi pemerintah (government), good governance dapat dilihat melalui aspek-aspek sebagai berikut : 1. Hukum atau kebijakan. Aspek ini ditujukan pada perlindungan kebebasan sosial, politik dan ekonomi ; 2. Administrative competence and transparency. Kemampuan membuat perencanaan dan melakukan implementasi secara efisien, kemampuan melakukan penyederhaan organisasi, penciptaan disiplin dan model administratif keterbukaan informasi ; 3. Desentralisasi regional dan dekonsentrasi didalam departemen ; 4. Penciptaan pasar yang kompetitif. Penyempurnaan mekanisme pasar, peningkatan peran pengusaha kecil dan segmen lain dalam sektor swasta, deregulasi dan kemampuan pemerintah melakukan kontrol terhadap makro ekonomi. Senada dengan JICA, NFSD juga merumuskan kriteria-kriteria good governance berdasarkan dimensi-dimensi diatas, yaitu : 1. Legitimasi dari pemerintahan (menyangkut tingkat/derajat demokratisasi) 2. Akuntabilitas dari elemen-elemen politik dan pejabat dalam pemerintahan (menyangkut pula kebebasan media, transparansi dalam pembuatan/pengambilan keputusan, mekanisme akuntabilitas ). 3. Kompetensi pemerintah dalam memformulasikan kebijakan dan pemberian pelayanan 4. Penghormatan terhadap hak asasi manusia dan hukum yang berlaku (hak-hak individu dan kelompok, keamanan, kerangka hukum untuk aktivitas sosial dan ekonomi, partisipasi ) Sejalan dengan pemikiran diatas, dalam menguraikan pengertian good governance Bagir Manan selanjutnya mengemukakan bahwa ”berbagai ungkapan teoritik sering dilekatkan pada bentuk dan isi good governance seperti responsible, accountable, controlable, transparency, limitable dan lain”. Menurut beliau, bagi rakyat banyak penyelenggaraan pemerintahan yang baik adalah pemerintahan yang memberikan berbagai kemudahan, kepastian huklum dan bersih dalam menyediakan pelayanan dan perlindungan dari berbagai tindakan sewenang-wenang, baik atas diri, hak maupun atas harta benda rakyat banyak. F. RANGKUMAN Berdasarkan uraian dalam bab ini dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai rangkuman, sebagai berikut: 1. Penyelenggaraan pemerintahan, pelayanan publik dan pembangunan beberapa dekade belakangan ini masih diwarnai oleh berbagai permasalahan yang mengarah kepada bad governance antara lain korupsi, kolusi, nepotisme, terhambatnya saluran aspirasi dan partisipasi masyarakat, serta perilaku pemerintahan yang buruk lainnya yang mengindikasikan belum terlaksananya good governance 2. Paradigma government bergeser kearah governance yang menitikberatkan pada kolaborasi dalam kesetaraan dan keseimbangan antara pemerintah, sektor swasta dan masyarakat madani, perlu dikembangkan paradigma baru administrasi publik yang disebut good governance. Pengertian good mengandung dua pengertian, yaitu : pertama, nilai-nilai yang menjunjung tinggi keinginan/kehendak rakyat dan nilai nilai yang dapat meningkatkan kemampuan rakyat dalam pencapaian tujuan nasional kemandirian, pembangunan berkelanjutan dan keadilan sosial, dan kedua, aspek aspek fungsional dari pemerintahan yang efektif dan efisien dalam pelaksanaan tugasnya untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. 3. Konsepsi good governance mengandung arti hubungan yang sinergis dan konstruktif antara negara, sektor swasta dan masyarakat . Dalam hal ini kepemerintahan yang baik harus mengembangkandan menerapkan prinsip-prinsip profesionalitas, akuntabilitas, transparansi, pelayanan prima, demokrasi, efisiensi, efektifitas, supremasi hukum dan dapatditerima oleh seluruh masyarakat ; G. Latihan 1. Jelaskan oleh saudara pengertian kepemerintahan yang baik ! 2. Diskusikanlah dengan kelompok bagaimana bentuk dan wujud dari pelaksanaan good governance itu di Indonesia ? 3. Apakah yang dimaksud dengan bad governance, jelaskan ! BAB III PRINSIP-PRINSIP KEPEMERINTAHAN YANG BAIK A. Konsepsi Penyelenggaraan Pemerintahan (Governing) Penyelenggaraan pemerintahan (governing) dalam masyarakat dewasa ini pada intinya adalah merupakan proses koordinasi, pengendalian (steering), pemengaruhan (influencing) dan penyeimbangan (balancing) setiap hubungan interaksi tersebut. Dengan demikian dapat diartikan bahwa format pemerintahan yang baru diperlukan, untuk dapat memenuhi tuntutan perubahan pola interaksi sosial-politik antara pemenntah, dengan masyarakat seperti tersebut di atas. Pola tersebut tentu saja harus berbeda dengan pola penyelenggaraan pemerintahan tradisional yang terutama mendasarkan pada perspektif hubungan yang bersifat "top-down", atau pendekatan " aturan-pusat-rasional” (Rational-Central-Rule Approach) (Kooiman: 255). Tetapi hal ini tidak berarti sepenuhnya meninggalkan gagasan tentang keberadaan pemerintah dengan berbagai instrumen pemerintahan yang bisa digunakan untuk melayani ataupun mengendalikan kehidupan sosial-ekonomi politik masyarakat. Dalam masyarakat modern atau post-modern dewasa ini pola pemerintahan yang dapat dikembangkan sesuai dengan karakteristiknya masing-masing adalah sebagai berikut (Kooiman:257): a. Kompleksitas: dalam menghadapi kondisi yang kompleks, maka pola penyelenggaraan pemerintahan periu ditekankan pada fungsi koordinasi dan komposisi. b. Dinamika: dalam hal ini pola pemerintahan yang dapat dikembangkan adalah pengaturan atau pengendalian (steering) dan Kolaborasi (pola interaksi saling mengendalikan diantara berbagai aktor yang terlibat dan atau berkepentingan dalam sesuatu bidang tertentu). 'c. Keanekaragaman: masyarakat dengan berbagai kepentingan yang beragam dapat diatasi dengan pola penyelenggaraan pemerintahan yang menekankan pada pengaturan (regulation) dan integrasi atau keterpaduan (integration). Berdasarkan hal-hal tersebut dapat disimpulkan bahwa penyelenggaraan pemerintahan (governing) dapat dipandang sebagai: "intervensi pelaku politik dan sosial yang berohentasi hasil, yang diarahkan untuk menciptakan pola interaksi yang stabil atau dapat diprediksikan dalam suatu sistem (sosial-politik), sesuai dengan harapan ataupun tujuan dan para pelaku intervensi tersebut". B. Prinsip-prinsip Kepemerintahan Yang Baik (Good Governance) Dalam uraian terdahulu, telah dijelaskan tentang ciri-ciri atau karakteristik dari good governance, dan ciri-ciri tersebut apabila ditelaah secara cermat, sebenarnya merupakan suatu ketentuan yang harus diikuti untuk mewujudkan kepemerintahan yang baik. Apabila demikian, maka ciri atau karakteristik tersebut dapat diidentikkan dengan prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik. Artinya bila prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik itu diterapkan secara konsekuen dan konsisten, maka akan menjadi karakteristiknya. Ciri-ciri kepemerintahan yang baik yang dikemukakan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 disebut sebagai prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik, yang terdiri dari : 1) profesionalitas, 2) akuntabilitas, 3) transparansi, 4) pelayanan prima, 5) demokrasi, 6) efisiensi, 7) efektifitas, 8) supremasi hukum dan dapat diterima oleh seluruh masyarakat. Dalam Rencana Strategis LAN 2005-2009 , dikemukakan pula perlunya pendekatan baru dalam penyelenggaraan negara dan pembangunan yang terarah pada terwujudnya kepemerintahan yang baik (good governance) yaitu ”proses pengelolaan pemerintahan yang demokratis, profesional, menjunjung tinggi supremasi hukum dan HAM, desentralistik, partisipatif, transparan, berkeadilan, bersih dan akuntabel, selain berdaya guna dan berhasil guna dan berorientasi pada peningkatan daya saing bangsa” Gambir Bhatta (1996 : 7) mengungkapkan dalam bukunya bahwa unsur unsur utama governance adalah akuntabilitas (accountability), transparansi (transparency) , keterbukaan (openess), dan aturan hukum (rule of law ), ditambah dengan kompetensi manajemen (management competencies ), dan hak-hak asasi manusia ( human right). Sedangkan UNDP (1997) mengemukakan bahwa karakteristik atau prinsip-prinsip yang harus dianut dan dikembangkian dalam praktik penyelenggaraan kepemerintahan yang baik adalah meliputi : 1. Partisipasi Setiap orang atau setiap warga masyarakat memiliki hak suara yang sama dalam proses pengambilan keputusan baik langsung maupun melalui lembaga perwakilan, sesuai dengan kepentingan dan aspirasinya masing-masing. Artisipasi yang luas dari rakyat perlu diobangun dalam suatu tatanan kebebasan berserikat dan berpendapat serta kebebasan untuk berpartisipasi secara konstruktif. 2. Aturan Hukum (Rule of Law) Aturan hukum dan perundag-perundangan haruslah menganut asas keadilan, harus ditegakkan secara konsisten tanpa pandang bulu dan dipatuhi oleh rakyat secara utuh (impartially), terutama aturan hukum tentang hak-hak asasi manusia. 3. Transparan Transparan harus dibangun dalam kerangka kebebasan aliran informasi. Berbagai proses kelembagaan dan informasi harus dapat diakses secara bebas oleh mereka yang membutuhkannya dan informasinya harus dapatdisediakan oleh pemerintah secara memadai dan mudah dimengerti sehingga dapat digunakan sebagai alat monitoring dan evaluasi. 4. Daya Tanggap (responsiveness) Setiap institusi dan prosesnya harus diarahkan pada upaya untuk melayani berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholders) 5. Berorientasi konsensus (consensus orientation) Pemerintah yang baik akan bertindak sebagai penengah bagi berbagai kepentingan yang berbeda untuk mencapai konsensus atau kesepakatan yang terbaik bagi kepentingan masing-masing pihak. 6. Berkeadilan (equity) Pemerintah yang baik akan memberikan kesempatan yang sama baik terhadap laki-laki maupun perempuan dalam upaya mereka meningkatkan dan memelihara kualitas hidupnya 7. Efektivitas dan efisiensi ( effectiveness and efficiency) Setiap proses kegiatan dan kelembagaan diarahkan untuk menghasilkan sesuatu yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan melalui pemanfaatan yang sebaik-baiknya dari berbagai sumber yang tersedia. 8. Akuntabilitas (accountability Para pengambil keputusan dalam pemerintah, sektor swasta dan masyarakat harus memiliki pertanggungjawaban kepada publik sebagaimana halnya kepada para pemilik (stakeholders). Pertanggungjawaban tersebut berbeda-beda, bergantung apakah jenis keputusan organisasi itu bersifat internal atau eksterna; 9. Bervisi strategis (strategic vision) Para pimpinan dan masyarakat harus memiliki perspektif yang luas dan jangka panjang tentang penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan pembangunan manusia. 10. Saling keterkaitan ( interrelated) Keseluruhan ciri atau karakteristik dari good governance diatas saling memperkuat dan saling terkait (mutually reinforcing) dan tidak dapat berdiri sendiri. Contohnya, apabila informasi mudah diakses, berarti transparansi pemerintah semakin baik, tingkat partisipasi semakin luas dan proses pengambilan keputusan akan semakin efektif. Berdasarkan latar belakang teori dan kebijakan yang diberlakukan dalam konteks penyelenggaraan negara, secara mendasar prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik tersebut diatas bersifat universal, dapat diberlakukan di negara manapun di dunia ini dalam pencapaian tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Bagi negara negara yang pemerintahnya korup, sarat dengan KKN, otoriter,atau dikatator, pasti tidak akan mau menjalankan prinsip-prinsip delapan, sembilan atau sepuluh prinsip-prinsip Kepemerintahan Yang Baik yang diuraikan diatas. Negara dan pemerintah yang seperti itu, termasuk dalam kategori negara yang melaksanakan paradigma pemerintahan yang bad governance, sebagai kebalikan yang berlawanan dengan good governance. Tabel 1 PRINSIP – PRINSIP GOOD GOVERNANCE No UU No. 28/1999 SANKRI (2003) UNDP (1999) BINTORO TJOKROAMIDJOJO (2002) BUILD WORLD BANK UN ESCAP ADB 1 Asas Kepastian Hukum Partisipasi Interaction Akuntabilitas Partisipasi Acountability Partisipasi Akuntabilitas 2 Asas Tertib Penyelenggaraan Negara Taat Hukum Communication Transparansi Penegakan Hukum Participation Aturan Hukum Partisipasi 3 Asas Kepentingan Umum Transparansi Self-Enforcing Process Keterbukaan Transparansi Predictability Transparansi Predictibility 4 Asas Keterbukaan Responsif Dynamic Aturan Hukum Kesetaraan Transparancy Responsiveness Transparansi 5 Asas Proporsionalitas Berorientasi Kesepakatan Dynamic Interdepence Jaminan Keadilan Daya Tanggap Keseimbangan 6 Asas Profesionalitas Kesetaraan Wawasan ke Depan Efektif dan Efisien 7 Asas Akuntabilitas Efektif dan Efisien Akuntabilitas Akuntabilitas 8 Akuntabilitas Pengawasan 9 Visi Strategis Efisiensi dan efektivitas 10 Profesionalisme C. Rangkuman Prinsip-prinsip atau karakteristik good governance dalam sistem pemerintahan di Indonesia, terungkap didalam asas-asas umum pemerintahan sebagaimana tertuang dalam UU Nomor 28 Tahun 1999 Tentag Penyelenggaraan Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme yang mencakup asas kepastian hukum, asas tertib penyelenggaraan negara, asas kepentingan umum, asas keterbukaan, asas proporsionalitas, asas profesionalitas dan asas akuntabilitas. D. Latihan 1. Jelaskan oleh saudara prinsip-prinsip kepemerintahan ! 2. Jelaskan secara lengkap prinsip-prinsip good governance menurut pendapat para ahli dan lembaga !
 . Latar Belakang Globalisasi mendorong terciptanya tata hubungan masyarakat baru, struktur dan sistem ekonomi baru, bahkan persepsi budaya baru dalam kehidupan masyarakat, yang tidak mungkin diimbangi atau dihentikan secara efektif oleh lembaga pemerintah manapun juga. Disamping itu, memasuki abad ke-21 muncul "etika baru" yang bersifat universal tentang demokrasi, penghargaan terhadap hak asasi manusia dan perhatian pada kelestarian lingkungan yang menjadi acuan semua pemerintahan dan bangsa di dunia yang cenderung digunakan sebagai persyaratan legitimasi sebuah negara untuk memperoleh akses pasar dan bantuan luar negeri. Pada tingkat nasional, disatu sisi sebagai warga dunia, Indonesia tidak dapat menghindar dari perubahan yang bersifat global tersebut. Tuntutan tentang penegakan demokrasi, hak asasi manusia serta pelestarian lingkungan menjadi sangat kuat yang terwujud dalam gerakan reformasi nasional pada saat sekarang ini.
 Di sisi lain krisis ekonomi, moneter yang diikuti dengan krisis sosial dan ekonomi yang hingga kini belum dapat teratasi. Hal tersebut di atas, menuntut kebijakan publik yang mampu mendorong masyarakat untuk mempertahankan eksistensi, pertumbuhan, perkembangan sistem kehidupan nasional, serta kelangsungan hidup bangsa dan negara yang kesemuanya dapat diwujudkan melalui mekanisme sistem pemerintahan yang baik (good governance) Pola-pola penyelenggaraan pemerintahan yang cenderung sentralistik, dan kurang peka terhadap perkembangan ekonomi, sosial dan politik masyarakat harus ditinggalkan, dan diarahkan seiring dengan tuntutan masyarakat yang menghendaki : 1. Penyelenggaraan kepemerintaan yang menjamin kepastian hukum, keterbukaan, profesional dan akuntabel. 2. Kepemerintahan yang menghormati hak-hak asasi manusia dan pelaksanaan demokrasi. 3. Keperintahan yang dapat meningkatkan pemberdayaan masyarakat, dan mengutamakan pelayanan prima kepada masyarakat tanpa diskriminasi. 4. Kepemerintahan yang mengakomodasikan kontrol sosial masyarakat. Tuntutan masyarakat yang tergambar di atas, dapat terwujud apabila dapat terciptanya suatu sistem kepemerintahan yang baik, dimana secara utuh dapat didefinisikan sebagai suatu sistem yang memungkinkan terjadinya mekanisme penyelenggaraan pemerintahan negara yang efisien dan efektif dengan menjaga sinergi yang konstruktif diantara pemerintah, sektor swasta dan masyarakat. Ketiga unsur sistem kepemerintahan tersebut diperlukan untuk mendukung pembangunan masyarakat berkelanjutan, yang oleh UNDP fungsi masing-masing unsur tersebut dapat dipilah-pilah sebagai berikut : 1) Negara, berfungsi menciptakan lingkungan politik dan hukum yang kondusif. 2) Swasta, mendorong terciptanya lapangan kerja dan pendapatan masyarakat, dan 3) Masyarakat, mewadahi interaksi sosial politik, memobilisasi kelompok dalam masyarakat untuk berpartisipasi dalam aktivitas ekonomi sosial dan politik. Dewasa ini tantangan yang dihadapi oleh Indonesia sangat berat. Tantangan tersebut berada ditengah-tengah masyarakat, yaitu : Pertama, krisis ekonomi. Krisis ekonomi menyebabkan menurunnya kualitas hidup masyarakat seiring dengan meningkatnya prosentase masyarakat dibawah garis kemiskinan. Untuk mengatasinya, salah satu cara yang paling mudah adalah mengeksploitasi sumber daya alam seoptimal mungkin, yang tentunya menyebabkan makin surutnya persediaan sumber daya alam yang sebelumnya selama lebih dari 30 tahun telah dikuras tanpa pengawasan dan pengendalian yang memadai. Pengaturan pengendalian dan pengawasan penggunaan sumber daya alam menjadi penting sehingga efisiensi pemanfaatan serta minimalisasi dampak kerusakan lingkungan harus merupakan komitment yang bulat antar pemerintah, swasta dan masyarakat tanpa mengabaikan tujuan utama kesejahteraan rakyat. Kedua, Otonomi Daerah yang diatur oleh Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 memberi peluang kewenangan daerah untuk melaksanakan secara utuh dan bulat yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan evaluasi pada semua aspek pemerintahan, dengan maksud agar daerah dengan leluasa melaksanakan kewenangannya atas prakarsa sendiri sesuai dengan kepentingan masyarakat setempat dan potensi setiap daerah. Melalui otonomi, daerah mempunyai kesempatan memperluas akses, baik secara nasional maupun internasional dalam rangka investasi untuk kepentingan daerahnya. Namun sekaligus memberikan konsekuensi tantangan tentang keharusan produk yang memenuhi standar internasional yang berarti perlu didukung oleh sumberdaya manusia yang mempunyai daya saing global, baik yang menyangkut kinerja, modernisasi fasilitas pelayanan serta manajerial dan sebagainya. Dilain pihak keanekaragaman tingkat dan budaya masyarakat, dimana dalam waktu yang bersamaan bagian-bagian dari bangsa Indonesia mempunyai tahap tingkat budaya yang berbeda, dari tahap primordial, rural, nasionalis dan global. Disamping itu terjadi perubahan dinamika sosial masyarakat Indonesia yang berlangsung dramatik, dimana budaya gotong royong cenderung kearah budaya remunerasi, budaya paternalistik berubah ke arah budaya rasionalistik, kolektivitas ke arah individualistik, serta budaya faedah kearah budaya demokratisasi yang tingkat kecepatan perubahannya tidak sama (Prof. Dr. Selo Sumarjan, Seminar Nasional PAN 1997). Perbedaan peta dinamika budaya masyarakat seperti tersebut di atas menuntut pola kebijakan penanganan pelayanan dan pemberdayaan masyarakat sesuai dengan tingkat dan corak dinamika kelompok masyarakat dengan tetap menjaga keserasian perkembangan diantara kelompok masyarakat. Oleh karena itu, persamaan visi dan misi antar pemerintah pusat dan daerah mutlak diperlukan, disamping itu mekanisme tatalaksana pelayanan publik harus jelas, serta sinergi antara pemerintah, swasta dan masyarakat sangat diperlukan tanpa menghilangkan makna otonomi dan kesejahteraan masyarakat serta persatuan dan kesatuan bangsa. Pemerintah di berbagai negara dewasa ini tengah menjalani proses perubahan yang reiatif mendasar untuk mewujudkan karakter pemerintahan yang demokratis, transparan, akuntabel, bersih dan bebas korupsi, berorientasi kepada pasar dan peran serta aktif masyarakat dalam berbagai bidang. Singkatnya dewasa ini sedang terjadi perubahan dari pola kepemerintahan yang buruk (bad governance} kearah terwujudnya kepemerintahan yang baik (good govemance). B. Penerapan prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik Pada Bab III telah dijelaskan prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik. Ciri-ciri utama perwujudan konkrit good governance, dapat dicontohkan sebagai berikut : 1. Pemerintah bersih dari korupsi (clean governance), baik ditingkat pusat, di tingkat daerah, di seluruh departemen, instansi, BUMN, BUMD dan di seluruh lini pengelolaan negara. Pemerintah dan Pemerintah Daerah harus mengelola administrasi publik dengan baik dan tidak memboroskan uang rakyat yang terkumpul melalui pajak. Siapa saja yang melakukan tindakan korupsi, termasuk penegak hukum sekalipun harus dibawa ke Pengadilan, supaya pihak-pihak lain yang berniat korupsi mengurungkan niatnya untuk tidak korupsi. Pemerintah harus menciptakan sistem administrasi publik yang lebih canggih untuk menangkal aparat dan pelaku-pelaku ekonomi tidak melakukan korupsi. Bukan menciptakan sistem administrasi publik seperti sekarang ini, silakan korupsi, kemudian baru ditindak ; 2. Pemerintah harus menciptakan perangkat hukum dan undang-undang yang memaksa masyarakat dan warga negara menjadi sadar hukum. Bukan menciptakan suasana yang memberikan kesempatan masyarakat untuk tidak sadar hukum. Kepolisian, kejaksaan dan peradilan harus bersih dari tindak penyalahgunaan hukum dan menyidik, menuntut serta menghukum masyarakat yang tidak sadar hukum secara konsisten, tanpa damai, dan tidak pandang bulu ; 3. Dalam melaksanakan program pemerintah yang menyangkut kepentingan masyarakat banyak pemerintah harus akuntabel dan transparan, memiliki daya tanggap (responsiveness) terhadap berbagai variasi yang berkembang dalam masyarakat, serta bersikap positif atas pertanyaan masyarakat mengenai berbagai kebijakan yang dijalankannya. Kepemerintahan yang bersih terkait erat dengan akuntabilitas administrasi publik. Apakah aparatur pemerintahan tidak melakukan tindakan yang menyimpang dari etika/peraturan administrasi publik (mal-administrations), tidak melakukan KKN, tidak berbuat yang merugikan masyarakat ; 4. Sinergis interaksi yang konstruktif diantara domain-domain negara (state), sektor swasta (private sector), dan masyarakat madani (society). Dalam merencanakan program pembangunan negara, pemerintah dan pemerintah daerah harus mampu menggerakkan investor-investor swasta berpartisipasi membangun infra struktur yang menyangkut kepentingan rakyat banyak, seperti pembangunan jalan tol di daerah-daerah provinsi dan kabupaten dengan bayaran tol yang murah, pembangunan pusat-pusat rekreasi dan wisata, pembangunan kondominium dan rumah-rumah susun dengan cicilan yang murah, pembangunan sistem transportasi kereta bawah tanah, trem listrik, monorail dan sebagainya. Pemerintah harus menciptakan legal and praktical frameworks bagi tumbuhnya aktivitas usaha atau kewiraswastaan yang kondusif dengan mempermudah ijin-ijin usaha oleh swasta dan memberikan jangka waktu pengelolaan yang panjang kepada para pengusaha (investor) ; 5. Pemerintah harus menegakkan dan menghormati hak asasi manusia secara konsisten tanpa membedakan minoritas atau mayoritas, kaya atau miskin, terpandang atau tidak terpandang, tokoh masyarakat atau bukan, pegawai atau non pegawai, semua diperlakukan sama tanpa diskriminasi.Perlakuan presumption of innocence terhadap mereka yang diduga melakukan tindak pidana korupsi umpamanya, harus ditegakkan. Menjebloskan seorang oknum ke penjara tanpa diadili lebih dahulu hanya dengan alasan agar tidak melarikan diri, adalah salah satu cara yang kejam dan tidak adil. Sebab banyak sekali oknum-oknum yang dijebloskan ke penjara hanya dengan alasan agar tidak melarikan diri dan menghilangkan barang bukti yang teraniaya di penjara, karena pada waktu dibawa kje Pengadilan ternyata oknum yang bersangkutan tidak bersalah. Lantas siapa yang memberikan ganti rugi selama ia di penjara. Kejaksaan, ataukah kepolisian atau pemerintah atau pemerintah daerah. Tidak satupun yang mau bertanggungjawab ; 6. Pelayanan prima yang harus dilakukan oleh setiap aparatur pemerintah di kantor-kantor pemerintah dan pelayanan prima yang harus dilakukan oleh para petugas di instans-instansi swasta seperti parpol, LSM, LBH, organisasi kemasyarakatan dan profesi. Pelayanan prima memiliki standar tinggi dan prosedur yang baku, yang membuat mereka yang dilayani merasa puas, urusan cepat selesai, efektif dan efisien. Sedangkan yang melayani menjalankan tugasnya sesuai dengan prosedur dan standar yang sudah ditetapkan tanpa memperlambat dan mebuat alasan-alasan lain dengan maksud untuk memperoleh imbalan yang kecil atau mengeruk keuntungan dari yang dilayani ; 7. Pemerintah harus menciptakan pasar yang kompetitif. Perilaku memperebutkan proyek-proyek pemerintah dengan istilah tender terbatas, tender yang diarahkan, atau tender bebas tetapi dikawal oleh preman-preman yang dibayar harus diberantas secara tuntas. Tidak ada perlakuan yang diskriminatif terhadap pelaku-pelaku ekonomi di bumi persada ini, apalagi yang berbuat diskriminatif adalah birokrat-birokrat, pejabat-pejabat eselon, pejabat-pejabat politik dan anggota-anggota DPR dan DPRD. Perlu ada payung hukum dan penegakan hukum yang konsekwen untuk melindungi para pelaku pasar dan ekonomi dari keseweang-wenangan pihak-pihak tertentu, agar pasar berjalan dengan kondusif dan bersaing dengan sehat 8. Pendayagunaan Aparatur Negara Dalam rangka mengantisipasi tantangan globalisasi, sumber daya manusia Aparatur Negara harus dapat diarahkan untuk memenuhi standar profesional dan perilaku yang antisipatif terhadap daya saing global (word class). Di samping itu, diperlukan sumber daya manusia yang mampu berperan sebagai agen pembaharuan, pelayanan dan pemberdaya masyarakat. Membangun aparatur yang bersih sangat bergantung kepada 1) Aparatur pemerintahan, dalam hal ini ditentukan oleh kualitas SDM; 2) Kelembagaan yang dipergunakan oleh aparatur pemerintahan untuk mengaktualisasikan kinerjanya ; 3) Perimbangan kekuasaan yang mencerminkan seberapa jauh sistem Pemerintahan itu harus diberlakukan ; 4) Kepemimpinan dalam birokrasi publik yang berakhlak, berwawasan (visionary), demokratis dan responsif. Disamping itu kriteria pengangkatan dan penempatan aparatur negara harus memenuhi syarat-syarat yang baku antara lain 1) bermoral dan berakhlak yang ditandai dengan kebersihan akidah, kebersihan akhlak, kebersihan tujuan hidup, bersih harta, dan bersih pergaulan sosial; 2) berpengetahuan dan berkemampuan untuk melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya (the right man on the right place) Kemudian untuk penataan jumlah dan struktur kepegawaian publik pemerintah harus menata 1) jumlah pegawai suatu institusi harus sesuai dengan kebutuhan yang disesuaikan dengan kegiatan-kegiatan yang menjadi tugasnya; 2) penempatan pegawai pada suatu jabatan/kegiatan harus sesuai dengan keahliannya; 3) memberi peluang yang seluas-l uasnya kepada setiap pegawai untuk dapat mengaktualisasikan potensi yang dimilikinya, sehingga mereka akan dapat mencapai karir yang berkelanjutan; 9. Perimbangan Kekuasaan Perimbangan kekuasaan yang dimaksud di sini mengarah pada terjadinya “check and balance” di antara pemegang kekuasaan dalam menyelenggarakan kegiatan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan publik. Checks and balances tidak hanya pada lembaga-lembaga negara tetapi berlaku juga antara pemerintah dengan masyarakat, eksekutif dengan legislatif antara pemerintah dengan pemerintah daerah. Perimbangan kekuasaan antar pusat dan Daerah telah dilaksanakan dengan UU Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah. UU ini telah diamandemen dengan UU Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. C. Rangkuman Penerapan prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik seyogianya meliputisistem politik yang demokratis, masyarakat yang sadar hukum, tegaknya hukum untuk semua secara sama, accountability keterbukaan reformasi dan transparansi, penegakan hak asasi manusia, hak-hak minoritas yang harus dilindungi, penciptaan pasar yang kompetitif, transparansi, bersih dari perilaku korupsi, disiplin pengelolaan anggaran, penciptaan legal and political framework bagi timbulnya aktivitas usaha dan kewiraswastaan, pelayanan prima oleh pemerintah, efisiensi dan efektifitas dalam pelayanan, SDM yang profesional disegala sektor, memiliki kompetensi manajemen, pemerintah yang openess, bervisi strategis dan saling keterkaitan antara satu dengan yang lain. D. Latihan Diskusi kelompok untuk kelompok 1 dan kelompok 2 : 1) Pemberdayaan (empowering) dan pelibatan sektor swasta dalam pembangunan sarana transportasi di kota-kota besar di Indonesia ; 2) Rencana strategis pelayanan prima pada Kantor Wilayah Departemen Agama dan Kantor Departemen Agama Kabupaten dibidang kepegawaian BAB V CONTOH-CONTOH PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP KEPEMERINTAHAN YANG BAIK Indikator keberhasilan : Setelah mengikuti pembelajaran selesai peserta diharapkan mampu untuk menginventarisasi contoh-contoh penerapan prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik A. Paradigma baru Pelayanan Publik Agar dapat memenuhi keinginan masyarakat, selain perlu mereformasi paradigma pelayanan publik, sekarang ini sudah disusun dan akan disahkannya sesegera mungkin Undang-Undang Tentang Pelayanan Publik. Pemecahan permasalahan pelayanan publik lainnya, yaitu dengan cara, antara lain melalui pembentukan model pelayanan publik yang sesuai dengan perkembangan jaman seperti sekarang ini di mana pemerintah berada dalam era desentralisasi. Leach, Stewart, & Walsh (1994) mengungkapkan adanya beberapa model pelayanan publik dalam kerangka desentralisasi. Model pertama yang paling lama dan paling banyak dianut oleh berbagai negara di dunia, terutama negara berkembang adalah model traditional bureaucratic authority. Ciri dari model ini adalah bahwa pemerintahan daerah bergerak dalam kombinasi tiga faktor yaitu : pertama, penyediaan barang dan layanan publik lebih banyak dilakukan oleh sektor publik (strong public sector). Kedua, peran pemerintah daerah sangat kuat (strong local government) karena memiliki cakupan fungsi yang luas, mode operasi yang bersifat mengarahkan, derajat otonomi yang sangat tinggi, dan tingkat kendali eksternal yang rendah. Ketiga, pengambilan keputusan dalam pemerintah daerah lebih menekankan pada demokrasi perwakilan (representative democracy). B. Reformasi Birokrasi Secara ringkas, visi reformasi birokrasi adalah terwujudnya tata kepemerintahan yang baik (good governance). Sedangkan misi reformasi birokrasi adalah membangun, menata ulang, menyempurnakan, membina, dan menertibkan birokrasi pemerintahan, agar mampu dan komunikatif dalam menjalankan peranan dan fungsinya. Target dan sasaran reformasi birokrasi ada lima hal. Pertama, terbentuknya, birokrasi yang bersih, yaitu birokrasi yang anti KKN dan berkurangnya perilaku koruptif pegawai negeri. Kedua, birokrasi yang efisien dan hemat dalam menggunakan sumber daya yang terbatas (man, money, material, methode, and time). Ketiga, birokrasi yang transparan, yakni birokrasi yang seluruh kebijakan dan aktivitasnya diketahui masyarakat dan masyarakat dapat mengaksesnya dengan mudah. Keempat, birokrasi yang melayani, yaitu birokrasi yang tidak minta dilayani, tetapi birokrasi yang melayani masyarakat. Kelima, birokrasi yang terdesentralisasi, yaitu kewenangan pengambilan keputusan terdesentralisasi kepada pimpinan unit kerja terdepan. Untuk mencapai tujuan atau sasaran tersebut, tentunya diperlukan instrumen hukum sebagai pijakan atau fondasi reformasi birokrasi, guna mengarahkan dan memaksakan birokrasi pemerintahan ke arah pencapaian good governance. Kementerian PAN sudah menyiapkan 8 rancangan undang-undang (RUU), yaitu RUU Pelayanan Publik; RUU Kementerian Negara; RUU Administrasi Pemerintahan; RUU Etika Penyelenggara Negara; RUU Kepegawaian Negara; RUU Tata Hubungan Kewenangan Antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah, Antara Pemerintah Daerah Provinsi dengan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota; RUU Badan Usaha/ Layanan Nirlaba; dan RUU Sistem Pengawasan Nasional. RUU di atas diharapkan mampu menyerasikan dan menyinergikan sistem pengawasan intern, pengawasan fungsional, dan sistem pengawasan masyarakat. Saat ini, naskah akademik dari kedelapan RUU dalam proses penyusunan bersama tim ahli. Kementerian PAN berusaha keras untuk merampungkan kedelapan RUU tersebut beserta peraturan pelaksanaannya dan pada tahun 2007 ini diharapkan selesai tiga RUU, yaitu RUU Pelayanan Publik, RUU Administrasi Pemerintahan, dan RUU Etika Penyelanggara Negara. Jika Kementerian PAN melaksanakan reformasi birokrasi secara urut mulai dari reformasi mindset, cultural set, dan sistem manajemen pemerintahan ataupun menunggu rampungnya kedelapan RUU tersebut, mungkin sampai berakhirnya masa bakti kabinet ini belum banyak kelihatan hasilnya. Oleh karena itu, untuk mempercepat proses reformasi birokrasi sejak awal tahun 2005 Kementerian PAN membuat terobosan dengan menunjuk beberapa daerah sebagai tempat latihan dan belajar tentang reformasi birokrasi pemerintahan. Beberapa daerah itu, antara lain, DI Yogyakarta dan Gorontalo untuk tingkat provinsi dan untuk tingkat daerah kabupaten/kota adalah Jembrana, Sragen, Sidoarjo, Kota Pare-pare, dan Balikpapan. Daerah-daerah yang memiliki potensi ekonomi dan karakteristik hampir sama akan didorong untuk mencontoh atau mengadopsi kiat dan langkah yang telah ditempuh pemerintah daerah percontohan itu. Pada 14-15 Pebruari 2007 lalu, Kementerian PAN bekerja sama dengan Pemda Provinsi Gorontalo mengadakan workshop best practices Reformasi Birokrasi di Gorontalo dengan mengundang seluruh ketua DPRD dan kepala daerah untuk wilayah Indonesia Timur. Untuk wilayah Indonesia Tengah, workshop diadakan di kota Solo pada akhir Maret 2007 mendatang. Dan, untuk wilayah Indonesia Barat workshop diadakan di Batam pada pertengahan April 2007. Para kepala daerah dan anggota DPRD tidak perlu mengadakan studi banding jauh-jauh, apalagi sampai ke luar negeri, cukup dengan berkunjung ke daerah provinsi/kabupaten tetangga yang dinilai sudah berhasil. Pemda Provinsi Sulawesi Barat dan Maluku Utara langsung mengadakan kerjasama dengan Pemda Provinsi Gorontalo. Reformasi birokrasi Provinsi Gorontalo dimulai dengan menata ulang sistem manajemen keuangan daerah dengan menggabung Dinas Pendapatan Daerah dan Biro Keuangan serta mengurangi jumlah meja yang terlibat dalam proses penyelesaian dokumen keuangan dan mengurangi wilayah abu-abu dalam pengeluaran daerah. Di tingkat pemerintah pusat sudah ditunjuk sebagai tempat best practices reformasi birokrasi, yaitu Mahkamah Agung, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Departemen Keuangan (Depkeu), dan Kementerian PAN. Semoga hasilnya bisa terlihat dan dirasakan masyarakat pada pertengahan 2007 ini. Bila berhasil, kelima instansi tersebut akan dijadikan percontohan bagi instansi lainnya. Selain itu, Kementerian PAN juga menetapkan unit-unit kerja strategis untuk direformasi/direvitalisasi sesegera mungkin, seperti unit kerja kehumasan yang bekerja sama dengan Badan Informasi Publik Depkominfo. Unit kerja kehumasan diharapkan mampu membangun citra pemerintahan dan daerah, sehingga para investor tertarik untuk datang ke Indonesia. Sekilas terkesan klasik, tetapi tanpa adanya dukungan dana yang memadai dan berkelanjutan tentu reformasi birokrasi guna mewujudkan good governance hanya akan menjadi impian belaka. C. Pencegahan Tindak Pidana Korupsi Langkah pencegahan dalam Rencana Aksi Nasional Pemberantasan Korupsi 2004 – 2009 diartikan dengan berbagai langkah-langkah dan upaya yang dilakukan melalui antara lain perbaikan dan penyempurnaan instrumen kerangka aturan, kebijakan, kelembagaan, proses dan prosedur, sumber daya manusia, budaya serta pelibatan masyarakat untuk mendeteksi maupun mencegah terjadinya tindak pidana korupsi Langkah pencegahan dilakukan pada bidang-bidang pembangunan yang strategis dan rawan terhadap terjadinya penyimpangan, baik dalam bentuk kolusi, korupsi dan nepotisme. Pencegahan korupsi perlu dilakukan secara sistemik dan komperhensif, multi-bidang, namun tetap dengan urutan prioritas karena terbatasnya kemampuan pemerintah dan masyarakat. Secara ideal, langkah pencegahan tindak pidana korupsi seharusnya diterapkan pada seluruh pilar-pilar integritas negara, baik di bidang eksekutif, yudikatif dan legislatif. Namun, dengan sumberdaya yang terbatas pada saat ini, begitu banyak yang harus dilakukan oleh baik masyarakat maupun pemerintah untuk memperbaiki dan memperbaharui keadaan di Indonesia setelah terjadinya krisis multi dimensi dan bencana nasional yang terjadi akhir-akhir ini. Berdasarkan hal tersebut diatas, maka langkah-langkah pencegahan dalam Rencana Aksi Nasional Pemberantasan Korupsi 2004-2009 diprioritaskan pada: a. Mendesain ulang pelayanan publik, terutama pada bidang-bidang yang berhubungan langsung dengan kegiatan pelayanan kepada masyarakat sehari-hari. Tujuannya adalah untuk memudahkan masyarakat luas mendapatkan pelayanan publik yang profesional, berkualitas, tepat waktu dan tanpa dibebani biaya ekstra/pungutan liar. Langkah-langkah prioritas ditujukan pada: (a) Penyempurnaan Sistem Pelayanan Publik; (b) Peningkatan Kinerja Aparat Pelayanan Publik; (c) Peningkatan Kinerja Lembaga Pelayanan Publik; dan (d) Peningkatan Pengawasan terhadap Pelayanan Publik, dengan kegiatan-kegiatan prioritas sebagaimana terlampir dalam matriks. b. Memperkuat transparansi, pengawasan dan sanksi pada kegiatan-kegiatan pemerintah yang berhubungan dengan ekonomi dan sumber daya manusia. Tujuannya adalah untuk meningkatkan akuntabilitas Pemerintah dalam pengelolaan sumber daya negara dan sumber daya manusia serta memberikan akses terhadap informasi dan berbagai hal yang lebih memberikan kesempatan masyarakat luas untuk berpartisipasi di bidang ekonomi. Langkah-langkah prioritas ditujukan pada: (a) Penyempurnaan Sistem Manajemen Keuangan Negara; (b) Penyempurnaan Sistem Procurement/Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah; dan (c) Penyempurnaan Sistem Manajemen SDM Aparatur Negara, dengan kegiatan-kegiatan prioritas sebagaimana terlampir dalam matriks. c. Meningkatkan pemberdayaan perangkat-perangkat pendukung dalam pencegahan korupsi. Tujuannya adalah untuk menegakan prinsip “rule of law,” memperkuat budaya hukum dan memberdayakan masyarakat dalam proses pemberantasan korupsi. Langkah-langkah prioritas ditujukan pada: (a) Peningkatan Kesadaran dan Partisipasi Masyarakat; dan (b) Penyempurnaan Materi Hukum Pendukung, dengan kegiatan-kegiatan prioritas sebagaimana terlampir dalam matriks. D. Penegakan Hukum Beberapa catatan penting dalam rangka keberhasilan penegakan hukum dalam tahun 2005 khususnya dalam rangka penanganan kasus-kasus korupsi antara lain adalah dengan telah ditanganinya beberapa kasus korupsi besar, seperti korupsi di lingkungan beberapa BUMN dan korupsi yang melibatkan pimpinan daerah. Adapun kasus korupsi besar yang sudah dalam penanganan kejaksaan termasuk kasus korupsi BNI sebesar 1,7 triliun rupiah. Disamping itu meninjau kembali tiga kasus korupsi mempunyai potensi untuk mengembalikan uang Negara, yaitu kasus korupsi yang melibatkan Nurdin Halid, Abdullah Puteh, dan Harun Let Let. Dalam rangka untuk mempercepat penanganan kasus korupsi, telah dibentuk Tim Tastipikor di lingkungan kejaksaan. Adapun beberapa kasus yang telah ditangani oleh Tim Tastipikor adalah penanganan sembilan kasus korupsi yakni di Departemen Agama dalam rangka pengelolaan Dana Abadi Umat (DAU), kasus Jamsostek, kasus Sekretariat Negara, kasus Pertamina, kasus Gelora Senayan, kasus Dephankam, kasus PT PELINDO, kasus PT Angkasa Pura, dan kasus PT Pupuk Kaltim. Disamping itu dalam rangka mempermudah pemeriksaan terhadap tersangka korupsi maka telah dilakukan upaya untuk mempercepat pemberian izin bagi pejabat negara yang diduga terlibat tindak pidana korupsi, baik oleh Kejaksaan maupun oleh KPK. Sebagai hasil dari langkah tersebut telah dilakukan pemanggilan terhadap pejabat-pejabat baik di tingkat pusat maupun daerah yang diduga terlibat dalam kasus korupsi. Dalam kaitannya untuk pemberantasan korupsi secara lebih luas maka melalui Inpres No. 5 Tahun 2004 tentang Rencana Aksi Nasional Pemberantasan Korupsi (RAN-PK) 2004–2009 pada tahun 2005 telah dilakukan sosialisasi dibeberapa kota besar di Indonesia seperti di Padang, Medang, Makassar, Menado, Banjarmasin, dan Surabaya. Diharapkan dengan adanya kegiatan ini maka pelaksanaan pemberantasan korupsi dapat mengikutsertakan seluruh stakeholders yang ada termasuk pejabat-pejabat yang ada di daerah. Dalam rangka penghormatan hak asasi manusia upaya-upaya telah banyak dilakukan baik berupa pembenahan peraturan perundang-undangan maupun dalam rangka penegakan hukumnya. Pada tahun 2005 telah dilakukan upaya untuk mempermudah pemberian perlindungan HAM terhadap masyarakat yaitu dilakukan dengan membentuk perwakilan Komisi Nasional HAM di tiga daerah, yaitu Sumatra Barat, Kalimantan Barat, dan Papua, disamping itu telah dibentuk dua kantor perwakilan, yaitu di Banda Aceh dan Maluku, dan telah dibentuk dua pos pengaduan, yaitu di Bireun dan Lhok Seumawe, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (Provinsi NAD). Dalam rangka pengawasan lalu lintas orang asing di Indonesia, telah dilakukan operasi intelijen dan pengawasan orang asing. Di samping itu, juga dikembangkan sistem informasi manajemen keimigrasian, yang diintegrasikan dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK), sehingga diharapkan pelaksanaan pengawasan lalu lintas orang baik ke dalam maupun ke luar negeri tersebut dapat secara lebih mudah dan selalu terbaharui. Dengan adanya hasil yang telah dicapai maka pada tahun 2006 diharapkan kasus-kasus korupsi yang telah ditangani pada tahap penyidikan dapat ditindak lanjuti sampai pada pengajuan ke pengadilan. Pemberian hukuman terhadap pelaku korupsi yang telah terbukti dipersidangan dan upaya untuk pengembalian kerugian keuangan negara sebagai akibat korupsi diharapkan dapat terealisasi sehingga tingkat kepercayaan masyarakat terhadap kesungguhan pemerintah dalam rangka pemberantasan korupsi dan penegakan hukum dapat diperoleh kembali. Dalam rangka penanganan permasalahan hak asasi manusia secara lebih terintegrasi dan komprehensif, pada tahun 2006 melalui kegiatan monitoring dan evaluasi pelaksanaan Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia, Keppres Nomor 40 tahun 2004, maka diharapkan pembangunan HAM akan lebih selaras dan implementasinya akan lebih optimal. Dalam rangka perlindungan dan penegakan HAM maka perlu segera ditanganinya kasus-kasus pelanggaran HAM yang masih tertinggal seperti kasus kematian Munir, Kasus Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II, dsb. Pencegahan terhadap kemungkinan masuknya terorisme dan penyelundupan narkotik dan obat-obatan terlarang lainnya masih menjadi isu penting dalam tahun 2006. Sebagai bagian dari penegakan hukum, fungsi inteljen aparat penegak hukum dalam mendukung tugas penegakan hukum dalam upaya untuk menciptakan keamanan dan ketertiban masyarakat perlu ditingkatkan. Fungsi inteljen ini dimaksudkan untuk melakukan pencegahan secara dini permasalahan yang mungkin timbul dalam masyarakat. Disamping itu dalam rangka untuk mempermudah proses pemeriksaan di persidangan untuk tindak pidana khusus seperti kasus korupsi, maka dalam kondisi tertentu perlu adanya upaya untuk mencegah tersangka berpergian ke luar negeri. Untuk itu perlu adanya aparat keimigrasian yang profesional yang didukung oleh sistem informasi manajemen keimigrasian yang handal. Adanya upaya untuk melakukan reformasi di lingkungan lembaga peradilan diharapkan akan dapat memberikan hasil yang positif khususnya dalam rangka penegakan hukum di Indonesia. Adanya komisi yudisial dan beberapa lembaga independen lainnya yang mempunyai fungsi sebagai pengawas terhadap lembaga pengadilan dan lembaga penegak hukum lainnya diharapkan dapat menciptakan lembaga peradilan yang lebih akuntabel dan bersih. Adanya lembaga peradilan yang transparan dan akuntabel dengan didukung oleh aparat penegak hukum yang bersih akan mendorong proses pemberantasan korupsi menjadi lebih mudah. Permasalahan yang mungkin terjadi pada tahun 2007 adalah bagaimana pelaksanaan peran dari komisi independen dalam menciptakan lembaga peradilan yang lebih baik sehingga sasaran penegakan hukum dapat tercapai. Dalam hal penegakan hukum terhadap pelanggaran HAM, permasalahan yang timbul pada tahun 2007 adalah adanya kemungkinan banyaknya pelanggar HAM yang tidak dapat bertanggung jawab dan tidak dapat dihukum (impunitas). Impunitas ini telah meluas dan terjadi hampir di setiap kasus pelanggaran HAM. Disamping itu belum berfungsi dengan optimalnya institusi-institusi negara yang berwenang dan wajib menegakkan HAM menjadikan penegakan hukum terhadap pelanggaran HAM dirasakan berjalan dengan lambat. Salah satu alasan belum optimalnya fungsi institusi-intitusi tersebut karena masih kurangnya good will dan dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya sering kali terjebak pada permasalahan prosedural, hukum, dan politik birokrasi. Sebagaimana yang terjadi pada tahun 2006, maka pada tahun 2007 permasalahan yang dihadapi dalam bidang keimigrasian masih terkait dengan pengawasan lalu lintas orang. Globalisasi mendorong semakin tingginya intensitas lalu lintas orang baik keluar maupun masuk ke wilayah NKRI. Oleh karena itu perlunya sistem informasi manajemen keimigrasian yang handal dan aparat keimigrasian yang profesional diperlukan untuk dapat mencegah secara dini potensi gangguan keamanan nasional seperti bahaya terorisme dan narkotika serta obat terlarang. E. Rangkuman 1. Pemerintah Indonesia secara bertahap telah melakukan penerapan prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik. Penerapan tidak dapat dilakukan seperti membalik telapak tangan, tetapi perlu waktu yang panjang ; 2. Diantara contoh penerapan prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik antara lain paradigma baru dalam pelayanan publik, reformasi birokrasi, pemberantasan korupsi dan penegakan hukum. F. Latihan Diskusi kelompok untuk dua kelompok yaitu kelompok 1 dan kelompok 2 dengan judul : a). Susunlah paling tidak 3 (tiga) contoh penerapan kepemerintahan yang baik pada instansi Departemen Agama Pusat dan Daerah ; b) Susunlah paling tidak 3 (tiga) contoh penerapan prinsip-prinsip kepemerintahan yang buruk (bad governance) yang dilakukan oleh pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah dan jelaskan bagaimana konsep yang sebenarnya menurut prinsip-prinsip good governance. BAB VI ANALISIS DAN PERMASALAHAN DALAM PENERAPAN KEPEMERINTAHAN YANG BAIK Dalam bab ini disajikan tiga kasus yang terjadi di Sumatera Selatan sebagai contoh bagi para peserta diklat Prajabatan Golongan III. Contoh kasus ini memang ril terjadi di tanah air kita. Sumber berita berasal dari koran Kompas, Sriwijaya Post Palembang dan Sumatera Ekspress Palembang. Para peserta dipersilakan mendiskusikan kasus ini dalam diskusi kelompok dan menuliskannya pada kertas flipchart untuk dipresentasikan di depan kelas. A. Kasus Pertama : Sertifikasi Guru Yang Rumit dan Tertutup Pemberlakuan sertifikasi Guru yang diamanatkan Undang Nomor 14 Tahun 2005 membuat para guru resah. Hal itu disebabkan oleh tertutupnya informasi mengenai sertifikasi, diantaranya tentang kriteria dan mekanisme mendapatkan sertifikasi. ”Sertifikasi Guru di Tangerang cukup tertutup. Sosialisasi tidak merata, kriteriapun tidak jelas”, kata Bahar Guru Matematika di kota itu yang termasuk dalam Koalisi Guru pada jumpa pers di jakarta kamis (5 Juni 2007) Sertifikasi ini merupakan bukti formal bagi Guru sebagai tenaga profesional juga menjadi syarat untuk meningkatkan gaji atau kesejahteraan. Akan tetapi proses sertifikasi sangat rumit , dan tidak ada kriteria serta mekanisme yang jelas mengenai cara penentuan mendapatkan sertifikat. Mereka yang memiliki kedekatan dengan tiga pihak yakni kepala sekolah, pengawas dan oknum di dinas pendidkan, atau memberikan uang sogok berpeluang besar untuk mengisi kuota yang tersedia. Sementara guru yang berkualitas atau kritis, atau tidak memiliki dana yang memadai, atau tidak disukaimoleh kepala sekolah atau dinas, akan disisihkan sehingga ditempatkan pada urutan paling belakang. Jika hal ini dibiarkan akan menimbulkan konflik antar guru, merugikan pendidikan nasional dan mendorong praktik korupsi dan sikap tidak kritis terhadap birokrasi . 2. Kasus kedua : Pungutan untuk KTP, KK dan Akte Kenal Lahir Pengurusan KTP, KK dan Akte Kenal Lahir di Palembang, meresahkan warga kota. Mengurus KTP dan KK sekaligus yang hanya bertarif sekitar Rp. 6000.- justru membengkak menjadi Rp. 50.000.- Padahal KTP dan KK sangat diperlukan untuk berurusan dengan Bank, memasukkan anak-anak ke sekolah, bepergian dengan pesawat dan urusan lainnya. Justru masyarakat sangat membutuhkan, pihak kelurahan dan kecamatan berlomba pasang tarif. Seharusnya KTP dan KK sebagai salah satu bentuk pelayanan umum yang paling dibutuhkanmmasyarakat, tidak dikenai biaya oleh pemerintah kota, tetapi disubsidi oleh APBD Kota sebagai salah satu bentuk pelayanan pemerintah daerah. Tetapi yang terjadi malah sebaliknya. Karena masyarakat butuh, maka penawaran jadi tinggi. Bagi warga yang membutuhkan, terpaksa mengeluarkan biaya ekstra. Yang penting KK dan KTP itu dapat cepat selesai. Begitu pula dengan Akte Kenal Lahir. Dengan tarif dibawah Rp 10.000. dapat berubah menjadi Rp 100.000.- Itupun belum dapat selesai dalam satu hari, tetapi tiga hari atau satu minggu. Lagi-lagi warga hanya pasrah dengan ”regulasi” yang baru ini. Yang penting Akte Kenal Lahir selesai. Anehnya tidak ada tindakan penertiban dari Walikota dan aparat pemerintah kota lainnya, kecuali memberikan komentar di depan wartawan ketika di wawancara dan janji janji kosong, bahwa siapa yang berbuiat akan kita tindak. Sampai berita ini diturunkan, tidak satupun pegawai di Kecamatan dan Kelurahan dalam Kota Palembang yang ditangkap, diberi hukuman dan tindakan ringan lainnya. 3. Kasus ketiga : Pungutan Liar untuk Calon PNS Seorang oknum PNS dengan inisial HS telah melakukan penipuan dengan cara memungut uang dari calon-calon PNS di Kota Pagar Alam dan Kota Palembang. Oknum tersebut memungut uang sekitar Rp 20 sampai dengan Rp 30 juta rupiah dari setiap calon, apabila calon PNS yang bersangkutan ingin lulus. Jumlah yang diraup oleh oknum yang bersangkutan tidak tanggung- tanggung, sekitar Rp 1,8 milyar dari 90 orang lebih calon PNS. Ketika tes PNS selesai dilaksanakan, setelah daftar peserta Calon PNS yang lulus telah diumumkan secara resmi oleh Walikota, ternyata 90 peserta tersebut tidak lulus. Janji HS akan mengembalikan uang para calon PNS tersebut apabila mereka tidak lulus, hanya tinggal janji. Bahkan oknum tersebut menghilang, setelah puluhan calon PNS menagih uangnya kembali. Karena oknum HS melarikan diri, seluruh calon PNS yang telah membayar uang kepada oknum tersebut mengadu ke Kepolisian setempat. Oleh pihak Kepolisian HS dicari dan dapat ditangkap di Palembang. Pihak Kepolisian untuk sementara menitipkan HS di Kepolisian Kota Pagar Alam untuk menunggu diadili di Pengadilan. Para korban meminta kepada pihak yang berwenang untuk menghukum yang bersangkutan seberat-beratnya dan mengembalikan uang para calon PNS dalam keadaan utuh dan lengkap. Pertanyaan untuk diskusi 1. Bacalah teks dari tiga kasus tersebut diatas, kemudian diskusikanlah dengan kelompok masing-masing dengan menekankan kepada karakteristik dan prinsip-prinsip good governance ! 2. Buatlah pengelompokan peserta Diklatpim IV kedalam tiga kelompok, yaitu kelompok anggota DPRD Kabupaten/Kota, kelompok Pemkot (Walikota dan perangkatnya) dan kelompok masyarakat madani (LSM dan Masyarakat Umum ). Simulasikan dalam waktu sekitar 10-15 menit sikap sikap yang berkembang dalam kasus tersebut, baik yang pro maupun yang kontra.
 Bahan Ajar Dasar-Dasar Kepemerintahan Yang Baik ini telah membahas dan menguraikan dasar-dasar pengertian, prinsip-prinsip dan karakteristik kepemerintahan (governance) dan kepemerintahan yang baik (good governance) dalam kerangka interaksi sosial politik antara pemerintah dengan masyarakat. Bahan ajar ini juga telah memberikan pengetahuan dan wawasan praktis mengenai implikasi penerapan konsep kepemerintahan dan kepemerintahan yang baik dalam konteks penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia, khususnya dalam sektor-sektor pemerintahan tertentu. Sebagai upaya untuk mendorong terwujudnya kemampuan menganalisa permasalahan dalam penerapan kepemerintahan yang baik (good governmance) dalam ruang lingkup sehari-hari, maka bahan ajar ini dilengkapi dengan tiga buah kasus sederhana dalam penerapan kepemerintahan yang baik. Diharapkan bahan ajar ini dapat menjadi bahan pembelajaran dan pengetahuan yang cukup memadai dan efektif dalam upaya meningkatkan kompetensi kogniotif, afektif maupun psikomotorik aparatur pemerintah khususnya para peserta Diklat Prajabatan Golongan III, sehingga mampu menganalisis dan menerapkan konmsep-konsep dan prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik sebagai permanent system dalam pelaksanaan tugas masing-masing.
 DAFTAR PUSTAKA
 Agus Dwiyanto, Prof, PhD. 2006. Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik . Yogya : Gajah Mada University Press Bhatta, Gambhir. 1996. Capacity Building at The Local Level for Effective Governance, Empowerment Without capacity is Meaningless Japan Association For
Civil Service Training and Education. How To Win Public Confidence As Government Officials : 100 sheets For Effective And Efficient Public Administration LAN-BPKP. 2000. Akuntabilitas Dan Good Governance. Jakarta McKinney, Jerome B, Lawrence C. Howard. 1979. Public Administration
Balancing Power and Accountability. Oak Park Illinois : More Publishing Co. Inc Mustopadidjaja AR. 1997. Transformasi Manajemen Menghadapi Globalisasi Ekonomi. Dalam Jurnal Administrasi Pembangunan Vol. 1 No. 1 1997 I SSN 1410-5101. Jakarta :
e dan Perwujudan Masyarakat Madani. Jakarta : LAN RI UNDP. 1997. Governance for Sustainable Development A Policy Document. New York : UNDP ________ 1999. UNDP And Governance. Experiences and Lesson Learned. New York : UNDP Wallis, Malcolm. 1989. Bureaucracy : Its Roles In the Third World Development. Basing stone London : McMillan Publisher Ltd

No comments:

Post a Comment